Phoebe Snetsinger Catat 8.398 Spesies Burung

Blog Pantura - JIKA Anda membuka Google hari ini, Kamis 9 Juni 2016, tampilan burung-burung cantik kaya warna menghiasi tulisan Google. Di belakang burung-burung itu, tampak seorang pengamat yang meneropong sembari mencatat burung-burung itu.

Google mendedikasikan doodle mereka hari ini untuk Phoebe Snetsinger, seorang pengamat burung yang telah mencatat 8.398 spesies burung di dunia. Hingga saat ini, jumlah itu merupakan temuan burung paling banyak di dunia, bahkan untuk ahli burung (ornitolog) sekalipun.

Perjalanan hidup Phoebe Snetsinger tergolong luar biasa bagi seseorang yang sangat suka dengan burung. Buku "Life List" (2010) karya Olivia Gentile menceritakan kehidupan Phoebe Snetsinger secara lengkap.

Tanggal 9 Juni adalah hari lahir Phoebe Snetsinger. Ia lahir pada tahun 1931 di Lake Zurich, Illinois, AS, dan meninggal pada 23 November 1999, saat ia berusia 68 tahun. Snetsinger menuntut ilmu hingga mendapatkan gelar sarjana sastra Jerman di Swarthmore College, Pennsylvania, AS. Setelah suaminya mengikuti wajib militer ke Korea, ia kemudian melanjutkan studi masternya dan mengambil minat literatur bahasa Jerman.

Kesukaanya terhadap burung tumbuh sejak ia mengamati gerak-gerik burung blackburnian warbler (Setophaga fusca) pada tahun 1965, atau saat ia berusia 34 tahun. Blackburnian warbler adalah burung pekicau kecil khas Amerika Utara. Burung ini masuk dalam ordo Passeriformes atau satu ordo dengan burung gereja yang umum ditemukan di Indonesia.

Kehidupannya berbalik tajam pada saat usianya 50 tahun, saat ia sudah seharusnya menikmati masa tua dengan 4 orang anaknya. Melanoma, kanker yang menyerang kulit terus menggerogotinya. Saat itu, Snetsinger mengatakan bahwa ia hanya memiliki sisa waktu kurang dari setahun masa hidupnya. Untuk mengisi "sisa hidupnya" itu, Snetsinger kemudian memutuskan untuk berpetualang berkeliling dunia menekuni hobinya mengamati burung. Alaska dipilihnya sebagai destinasi pertama untuk mengamati burung di sana.

Apa yang telah divonis dokter ternyata keliru. Umurnya tak sebatas satu tahun seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. Dengan penuh semangat, Snetsinger berkelana hingga 18 tahun untuk mengamati burung-burung penuh warna yang telah memperindah dunia. Dalam petualangannya, ia pernah diserang malaria di Zambia, hampir mati di Zaire, hingga diculik dan diperkosa di pinggiran Port Moresby, Papua Nugini. Namun, itu semua tak menghentikan antusiasmenya terhadap pengamatan burung.

Snetsinger memang hobi melakukan perjalanan di daerah-daerah yang tak umum dijelajahi kebanyakan orang. Sejumlah tempat termasuk daerah konflik atau daerah dengan kondisi lingkungan buruk pernah ditelusurinya. Sebagai ornotolog amatir, ia mulai rutin mencatat burung yang ditemuinya setiap hari, terutama burung dari subspesies langka.

Semangat dan antusiasme Snetsinger terhenti justru bukan karena kanker kulit yang menyerangnya. Mobil van yang ditumpanginya saat mengamati burung terbalik pada tahun 1999 di Madagaskar. Ia dilaporkan tewas di tempat kejadian. Burung terakhir yang sempat ia catat adalah red-shouldered vanga (Calicalicus rufocarpalis), burung pekicau kecil yang keberadaannya kini cukup rentan di alam. Burung ini termasuk dalam ordo Passeriformes, burung pekicau favorit Snetsinger, juga tergolong spesies burung langka dan baru ditemukan tahun 1997.

Pada tahun 2003, Asosiasi Pengamat Burung Amerika (American Birding Association/ABA) menerbitkan buku "Birding on Borrowed Time" karya Phoebe Snetsinger. ABA sangat menghargai perjuangan Snetsinger tak hanya sebagai petualang naratif tapi juga pencatat dokumen perjalanan manusia.

Tak salah jika Google mendedikasikan hari ini untuk Phoebe Snetsinger. Karena perjuangan, antusiasme, dan dedikasi semasa hidup jauh lebih berharga dibandingkan hanya duduk manis menunggu kematian.***